RESUME
CHAPTER 9
MATERIALITAS DAN RISIKO
Pendahuluan
:
o
Siklus audit
§ Menerima
klien dan melaksanakan perecanaan audit awal.
§ Memahami
bisnis dan industri
§ Menilai
risiko bisnis klien
§ Melaksanaakan
prosedur analitis pendahuluan
§ Menetapkan
materialitas dan menilai risiko audit yang dapat diterima serta risiko
inherent.
§ Memahami
pengendalian internal dan menilai risiko kecurangan.
§ Mengembangkan
rencana serta program audit secara keseluruhan.
Sekali
lagi, auditor
hanya memberikan “kepastian yang layak” dalam artian tidak memberikan kepastian
mutlak bahwa akan ada risk LK tidak disajikan secara wajar. à Auditor hanya melakukan dengan sebatas pada
info yang material saja. (karena tidak
praktis, auditor cek semua data termasuk yang tidak material)
***
• Materialitas salah saji adalah
tingkat salah saji yang dapat mempengaruhi pertimbangan pengguna laporan
keuangan.
Artinya, materialitas sama seperti
ambang batas ketoleransian, semakin tinggi materialitas semakin sedikit bukti
yang dibutuhkan auditor, begitupula sebaliknya.
•
Materialitas
salah saji bersifat relatif, lain perusahaan lain ukuran,
serta ditentukan berdasarkan pertimbangan profesional auditor.
•
Pertimbangan
profesional adalah pertimbangan objektif yang
dilatarbelakangi oleh pendidikan, pelatihan, dan pengalaman akuntan.
•
Materialitas
salah saji ditentukan pada dua tingkat, yaitu:
1. Tingkat
laporan keuangan secara keseluruhan.
2. Tingkat
segmen audit (transaksi, saldo akun, dan
pengungkapan), dikenal dengan istilah performance materiality.
•
Materialitas
juga ditentukan pada tahap perencanaan
audit dan pada tahap kesimpulan
audit (evaluasi hasil audit).
PENERAPAN
MATERIALITAS
Pada tahap perencanaan audit:
1.
Menentukan
materialitas pada tingkat laporan keuangan secara keseluruhan (utamanya laporan
posisi keuangan dan laporan laba rugi komprehensif).
2.
Menentukan
materialitas pada tingkat saldo akun (performance materiality).
Materialitas tingkat saldo akun penting
untuk ditetapkan, karena audit laporan keuangan pada dasarnya adalah audit
untuk elemen-elemen laporan keuangan.
Pada tahap kesimpulan audit
1.
Membuat
estimasi total salah saji segmen atau elemen laporan keuangan.
2. Membandingan estimasi kombinasi salah saji
dengan estimasi awal materialitas atau revisi asesmen materialitas (revised
judgment about materiality). Revisi asesmen materialitas
adalah perubahan angka materialitas dari yang telah ditetapkan pada saat
perencanaan audit.
A.
MENETAPKAN
PERTIMBANGAN PENDAHULUAN.
Pertimbangan
pendahuluan penting untuk mengetahui seberapa banyak bukti yang diperlukan
auditor atas kriteria tertentu.
•
Faktor-faktor yang mempengaruhi asesmen
materialitas
1. Materialitas adalah asesmen yang bersifat
relatif, bukan bersifat absolut atau mutlak. Artinya materialitas di
perusahaan kecil belum tentu material untuk perusahaan besar.
2. Dalam melakukan asesmen materialitas
memerlukan angka pembanding. Karena ke-kompleksitasannya,
materialitas sulit untuk di tentukan dan secara aturan standar SAK ataupun
audit tidak memberikan pedoman tetap akan cara / prosedur menentukan
materialitasan karena sifatnya yang kompleks maka, diperlukan pembanding
(dasar) untuk menentukan kematerialitasan. Misalnya menjadikan laba bersih
sebelum pajak sebagai dasar kematerialitasan akan pertimbangan kebutuhan
pengguna lap keuangan dan keurgensiannya menyangkut kinerja perusahaan.
3. Materialitas bisa dipengaruhi oleh faktor
kualitatif, dalam arti salah saji secara kuantitatif tidak material tetapi
secara kualitatif material, misalnya salah saji yang disengaja dan terpola. Materialitasan
juga dinilai dari segi kualitatif, maksudnya material akan salah saji dari
kecurangan lebih bernilai dari salah
saji karena kecerobohan, akibat dari faktor kecurangan berdampak besar bagi
pengambil keputusan karena melibatkan kinerja perusahaan.
Intinya, materialitas penting pada dampak apa yang ditimbulkan dalam
pengambilan keputusan.
A.
Alokasi materialitas tingkat
laporan keuangan ke tingkat saldo akun (performance materiality)
Audit
dilakujan dengan pengumpulan bukti per segmen, maka untuk membuatnya lebih
akurat diperlukan pengalokasian materialitas ke tingkat saldo akun.
Audit
dilakukan dengan cara menguji kewajaran elemen-elemen laporan keuangan, oleh
sebab itu untuk keperluan audit, materialitas tingkat laporan keuangan harus
dialokasikan ke tingkat saldo akun. Materialitas saldo akun disebut dengan
materialitas kinerja (performance materiality).
Auditor umumnya mengalokasikan
materialitasnya kepada segmen neraca, karena dipandang lebih sedikit dan
berhubungan erat dengan transaksi terkait perusahaan dan merupakan data
krusial.
Auditor umumnya mengalami kesulitan dalam
neraca :
1.
Memperkirakan akun2 tertentu mengandung lebih
banyak salah saji dibandingkan akun-akun lainnya
2.
Baik lebih saji maupun kurang saji harus
dipertimbangkan
3.
Biaya audit relatif mempengaruhi pengalokasian
ini.
Dalam pengalokasian neraca “hal yang tidak berhubungan langsung
dengan laba-rugi harus dipertimbangkan secara terpisah” misal klasifikasi wesel
bayar sebagai utang usaha.
·
Dasar alokasi materialitas:
a.
Potensi salah saji, semakin kecil potensi salah
salah, semakin besar alokasi materialitas, artinya semakin besar toleransi
terhadap temuan salah saji, begitu pula
sebaliknya.
b.
Potensi biaya audit, semakin besar potensi biaya
audit, semakin besar materialitas. Meskipun demikian, efektifitas
audit tetap tidak bisa dikorbankan dengan pertimbangan biaya audit.
Dalam audit, pengalokasian ini
berfungsi untuk lebih memastikan keakurtan kebutuhan bukti audit baik dalam
neraca ataupun laba rugi, secara garis besar pertimbangan pendahulun paling
tidak “lebih baik” lebih besar atau sama dengan materialitas saat kesimpulan
atau hasil.
B.
Mengestimasi salah saji dan membandingkan
dengan pertimbangan pendahuluan (KESIMPULAN/HASIL)
Proses
ini ada dari pelaksanaan audit. Ketika melaksanakan prosedur audit, auditor
waijib membuat kertas kerja u/mencatat salah saji yang ditemukan.
·
Salah saji ada dua :
Salah
saji yang diketahui, salah saji dlm akun
yang jumlahnya dapat ditentukan auditor. Misalnya salah saji dari lease yang
dikapitalisasi yg seharusnya dicatat sebagai operating lease.
Salah
saji yang mungkin(POTENSI), ada dua (Salah saji dari perbedaan antara
pertimbangan manajemen dan auditor tentang estimasi saldo akun. (perbedaan penyisihan piytang tak tertagih atau
kontijensi. (Salah saji atas proyeksi salah saji berdasarkan pengujian
auditor atas sampel dari suatu populasi) salah saji ini adalah salah saji
dari pertimbangan sampel yang di check bukan keseluruhan, dan dari salah saji
atas sample yang ditemukan dibuat Proyeksi
atau Ekstrapolasi atau estimasi tentang berapa salah saji secara
keseluruhan ( hal ini rentan karena sample
belum tentu mewakili populasi secara keseluruhan. Dalam hal ini Proyeksi
langsung dapat dilakukan dengan rumus :
§ Salah
saji sampel bersih / Total sample * Total populasi
Ketika ternyata proyeksi gabungan (kesalahan sampling dan
sallah saji dari yang di ketahui proyeksi langsung > dari salah saji yang
bisa ditoleransi maka harus ada tambahan audit yang lebih fokus pada “segmen”
terkait.
o
Potensi
salah saji adalah:
1.
Salah saji karena perbedaan estimasi klien dengan
estimasi auditor
2.
Estimasi salah saji berdasarkan hasil pengujian
sampel bukti audit.
Hubungan
SPI, materialitas, dan bukti audit:
1. SPI kuat
à potensi
salah saji kecil à
materialitas besar (toleransi terhadap salah saji besar) à bukti audit relatif sedikit.
2. SPI
lemah à potensi
salah saji besar à
materialitas kecil (toleransi terhadap salah saji kecil) à bukti audit relatif banyak.
Kekuatan dan kelemahan SPI didasarkan pada hasil pemahaman dan pengujian pengendalian.
RESIKO AUDIT
Tujuan
audit adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji
material. Ada kemungkinan tujuan ini tidak tercapai karena adanya risiko salah
saji tidak ditemukan.
Resiko erat kaitannya dengan
“ketidakpastian” dalam auditing.
Untuk
menghindari / menekan resiko, auditor menggunakan Model RISIKO (sesuai SAS110)
Planed detection risk = Acceptable audit
risk / (Inherent risk + Control risk)
A.
JENIS
RESIKO
1.
Resiko
deteksi yang direncanakan (Planned detection risk)
Adalah
resiko kegagalan bukti audit pada suatu segmen mendeteksi kesa;ahan saji yang
melebihi toleransi.
Resiko ini >< dengan bukti
(semakin rendah resiko àbukti semakin banyak )
Semakin
rendah resiko PDR maka auditor ingin bukti mampu dan kredibel mendeteksi
kesalahan pada segmen terkait otomatis untuk membuatnya kredible butuh bukti
yang lebih banyak.
2.
Resiko
Inherent
Adalah
resiko dari penilaian auditor terkait
kemungkinan salah saji material dalam segmen sebelum menilai keefektifan PI (PI ada sendiri = CR)
Resiko ini >< Resiko
deteksi yang direncanakan (PDR) ~ dengan Bukti audit
Semakin
rendah Resiko Inherent, penilaian akan kemungkinan salah saji material menurut
“AUDITOR” sedikit maka bukti audit semakin sedikit dan sebaliknya
3. Resiko Audit yang dapat diterima
Dari sisi klien, terdapat dua macam risiko, yaitu:
1.
Risiko bawaan (inherent risk), yaitu risiko salah saji dalam laporan
keuangan yang tidak disebabkan oleh faktor SPI.
2.
Risiko pengendalian (control risk), yaitu risiko SPI tidak mampu mencegah dan
mendeteksi salah saji dengan segera.
Catatan khusus:
•
Risiko
bawaan akan berubah menjadi risiko pengendalian pada saat risiko bawaan sudah
dicoba diatasi dengan sistem pengendalian tetapi kesalahan tetap terjadi.
•
SPI
harus mampu mencegah dan mendeteksi salah saji dengan segera, karena jika tidak segera bisa jadi kesalahan
sudah berdampak fatal terhadap pengguna laporan keuangan.
Dari sisi auditor, risiko
terdiri dari:
1.
Risiko deteksi, yaitu risiko auditor gagal mendeteksi
salah saji material, pada saat audit sudah direncanakan dan dilaksanakan dengan
cermat dan hati-hati, sesuai dengan standar audit yang berlaku.
2.
Risiko audit, yaitu risiko auditor salah dalam memberikan
opini atas laporan keuangan, disebabkan karena salah saji material dalam
laporan keuangan tidak terdeteksi atau tidak diketahui oleh auditor, setelah
audit dilaksanakan sesuai dengan standar audit.
3.
Istilah “risiko” hanya berlaku pada saat
upaya pencegahan risiko telah dilakukan dengan baik. Jika upaya pencegahan
belum dilakukan dengan baik, maka istilah yang tepat bukan “risiko” tetapi “kegagalan/failure”
4.
Risiko, Materialitas, dan bukti audit.
5.
SPI Kuat
= Risiko pengendalian rendah à Risiko bawaan rendah à Potensi salah saji kecil à Materialitas besar à Risiko deteksi besar à Risiko Audit besar à Bukti audit sedikit
6.
SPI
Lemah = Risiko pengendalian tinggi à Risiko bawaan tinggi à Potensi salah saji besar à Materialitas kecil à Risiko deteksi kecil à Risiko Audit Kecil à Bukti audit banyak.
Risiko Deteksi dan Risiko Audit
Risiko deteksi dan risiko audit adalah dalam
kontek acceptable risk atau tingkat keberanian auditor untuk mengambil
risiko. Maka jika SPI kuat, potensi salah saji kecil, maka risiko deteksi dan
risiko audit menjadi besar.
•
Kuat dan
lemahnya SPI disimpulkan melalui hasil pemahaman dan pengujian SPI.
•
Risiko perikatan audit (engagement risk),
adalah risiko kerugian
yang dihadapi oleh auditor dalam melaksanakan tugas audit, meskipun pelaksanaan
audit dan laporan audit telah dibuat dengan benar.
•
Risiko
perikatan berhubungan dengan risiko bisnis atau kegagalan bisnis yang berimbas
pada tuntutan hukum kepada auditor, meskipun dalam kasus semacam ini auditor
pada dasarnya tidak bisa dituntut, karena risiko bisnis tidak ada hubungannya
dengan pelaksanaan audit.
Sumber : Arrens dan lain lain