Kamis, 09 Februari 2017

Kompetisi Vs Kolaborasi

Kompetisi vs Kolaborasi


     Sekarang adalah masanya persaingan. Dimana pun kita berada kita pasti menemui adanya persaingan. Di rumah [kompetisi dengan saudara membahagiakan kedua orangtua misalnya]; Di lingkungan tetangga [Dinamika rumput sebelah lebih hijau hingga berlomba menghijaukan rumput sendiri misalnya]; hingga di sekolah , lingkungan kerja dan lingkup yang lebih luas lagi adalah antar negara.

       Lalu pertanyaannya "Apakah Kompetisi itu penting?"

    Kebetulan sekali, pagi ini saya sedang tergerak mendengarkan salah satu saluran radio. Disana di bahas tentang tema ini "Kompetisi vs Kolaborasi". Saat itu lah saya mulai berfikir "Aaah benar juga? Kompetisi dan kolaborasi, mana yang lebih penting?" 

    Secara pribadi sebenarnya saya tidak pernah memikirkan ini sebelumnya karena selama hidup saya, saya merasa senang dengan persaingan dan terkadang saya juga menikmati kolaborasi. Tidak ada yang salah dengan dua hal tersebut. Jika dibuat proporsi saya akan mengatakan keduanya penting dengan proporsi 50:50. Karena menurut saya pribadi tidak mungkin kita bisa stabil dengan persaingan seumur hidup sedangkan kita manusia biasa yang nanti kalau kita mati akan butuh bantuan orla untuk dimakamkan, dan tidak mungkin juga kita bisa terus berkolaborasi tanpa persaingan karena kita bakal stagnan di titik nyaman dan jarang menikmati "kenikmatan keberhasilan yang hakiki".  aku sedang berbicara tentang kemenangan ketika kau telah berusaha keras meraihnya saat kau hanya underdog dibanding sainganmu. 

     Tapi usut demi usut saya mulai berfikir saat ada pertanyaan di radio mengatakan "Tapi jika disuruh memilih mana yang lebih dulu penting dimiliki ? persaingan atau kerjasama?" Saat itu saya mulai tertarik dengan arah pembicaraan. Saya lupa siapa yang membawakan acara tapi kalau tidak salah saluran radionya adalah smart fm. 

Hasilnya? Saya sangat setuju. Ini dia kesimpulannyaa : 

Mana yang lebih penting ? Tidak ada. Semua penting 
Mana yang lebih baik diajarkan pada anak anak kita terlebih dahulu? Jawabannya kompetisi.

    Pada dasarnya memang kompetisi adalah penting. Sebagaimana kita yang diciptakan dari kompetisi sperma, seperti itulah kompetisi itu penting bagi manusia. Tanpa kompetisi kita tidak akan bisa lahir ke dunia, Tapi dengan alasan ini tidak ada yang bisa dikatakan lebih penting mana kompetisi atau kerjasama. Why? masalahnya memang kita dilahirkan dari kompetisi tapi hayooo.. Sperma dan ovum bertenu membentuk kita karena apa hayoo? Yap. Kerjasama orang tua kita.

        Tapi, Jika harus ditanya mana yang lebih dulu maka persaingan / kompetisi adalah jawaban yang tepat. Sebagaimana analogi kita lahir. Kita lahir karena kompetisi dan kerjasama. 1. Kompetisi mendapatkan pasangan (lawan jenis) yang dalam artian ibu dan bapak kita. 2. Kerjasama mereka berfertilisasi mendapatkan tujuan bersama yakni buah hati aka kita .3. Persaingan kembali sperma untuk mebuahi ovum dan terakhir kerjasama setiap senyawa untuk mempertahankan morula, blastula untuk berkembang menjadi daging hingga manusia utuh macam kita.

   Atau contoh tentang anak sekolah misanya. Mana yang lebih dulu harus dikenalkan? kerjasama atau kompetisi. Menurut pembicaraan yang sepaham dengan penulis kompetisi adalah penting dalam penumbuhan kemampuan yang identik dengan kemengan pribadi (menjadi pribadi yang lebih baik) selanjutnya saat kita sudah bisa tahu cara mengembangkan diri maka penting ita mempelajari kerjasama demi mecapai kebahagiaan bersama (public victory) karena ingatlah kita adalah manusia yang tidak bisa hidup sendiri. Ibarat anak sekolahan kita harus bisa dulu cara berkompetisi untuk tahu bagaimana kita bisa belajar dengan nyaman sesuai dengan kemampuan kita, bagaimana kita bisa all out untuk kemampuan kita hingga akhirnya kita bisa berkerjasama untuk mebangun bangsa.

     Kalau tidak ada kompetisi ibarat anak sekolah dia akan terus menyontek, saling bekerjasama tanpa bisa melakukan apapa alias jadi follower karna tak mampu berkompetisi. Seperti itulah kompetisi dan kerjasama sama sama penting. Kompetisi penting untuk kita mendapat kebaikan dan kemampuan, sedangkan kerjasama membawa kita ke manusia sesungguhnya (berguna) dengan mendapatkan kebahagian bersama.

     So..Setelah membaca artikel unek unek agak gak jelas ini. Ayolah kita sama sama meningkatkan minat berkompetisi positif dan meningkatkan kemampuan kolaborasi kita dengan arah "memberikan manfaat pada diri sendiri dan orang lain hingga negara".  Karena kompetisi saja bisa bikin orang egois tanpa kerjasama. Kemenangan sendiri / kepuasan sendiri untuk apa kalau tidak berguna / memberi manfaan untuk orang lain (non sense) 

    So yuk sama sama mengimbangkan antara kompetisi dan kerjasama. sebagaimana Vendor dan pemerintah dalam pengadaan barang. Vendor perlu bersaing untuk mendapatkan Price rendah dengan Qualitas optimal. Dan pemerintah perlu berkerjasama mencipta keadilan dengan bebas KKN memilih vendor dengan objektif demi kepentingan bersama (saat kompetisi dan kerjasama bersatu) saat itulah kesejahteraan umum dapat terjaga

    Sebagai penutup, hal yang perlu di garis bawahi adalah Tidak ada yang salah dari kompetisi, yang salah adalah bagaimana cara menyelesaikan kompetisi. Apakah memilih cara sportif atau cara licik karena ketidak mampuan sendiri. Upgrade our-self and Lets be a Rival to be the best of ourself ! and Lets be Team to bring Paradise around the world. 

#Just balbing the unek unek

Materialitas dan Resiko

RESUME

CHAPTER 9

MATERIALITAS DAN RISIKO




*     Pendahuluan :

o   Siklus audit
§  Menerima klien dan melaksanakan perecanaan audit awal.
§  Memahami bisnis dan industri
§  Menilai risiko bisnis klien
§  Melaksanaakan prosedur analitis pendahuluan
§  Menetapkan materialitas dan menilai risiko audit yang dapat diterima serta risiko inherent.
§  Memahami pengendalian internal dan menilai risiko kecurangan.
§  Mengembangkan rencana serta program audit secara keseluruhan.

*     Sekali lagi, auditor hanya memberikan “kepastian yang layak” dalam artian tidak memberikan kepastian mutlak bahwa akan ada risk LK tidak disajikan secara wajar. à Auditor hanya melakukan dengan sebatas pada info yang material saja. (karena tidak praktis, auditor cek semua data termasuk yang tidak material)

***

  Materialitas salah saji adalah tingkat salah saji yang dapat mempengaruhi pertimbangan pengguna laporan keuangan.
Artinya, materialitas sama seperti ambang batas ketoleransian, semakin tinggi materialitas semakin sedikit bukti yang dibutuhkan auditor, begitupula sebaliknya.

      Materialitas salah saji bersifat relatif, lain perusahaan lain ukuran, serta ditentukan berdasarkan pertimbangan profesional auditor.

      Pertimbangan profesional adalah pertimbangan objektif yang dilatarbelakangi oleh pendidikan, pelatihan, dan pengalaman akuntan.

      Materialitas salah saji ditentukan pada dua tingkat, yaitu:
1.      Tingkat laporan keuangan secara keseluruhan.
2.      Tingkat segmen audit (transaksi, saldo akun, dan  pengungkapan), dikenal dengan istilah performance materiality.

      Materialitas juga ditentukan pada tahap perencanaan audit dan pada tahap kesimpulan audit (evaluasi hasil audit).

 PENERAPAN MATERIALITAS

 Pada tahap perencanaan audit:
1.     Menentukan materialitas pada tingkat laporan keuangan secara keseluruhan (utamanya laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi komprehensif).
2.     Menentukan materialitas pada tingkat saldo akun (performance materiality).
Materialitas tingkat saldo akun penting untuk ditetapkan, karena audit laporan keuangan pada dasarnya adalah audit untuk elemen-elemen laporan keuangan.

Pada tahap kesimpulan audit
1.     Membuat estimasi total salah saji segmen atau elemen laporan keuangan.
2.     Membandingan estimasi kombinasi salah saji dengan estimasi awal materialitas atau revisi asesmen materialitas (revised judgment about materiality). Revisi asesmen materialitas adalah perubahan angka materialitas dari yang telah ditetapkan pada saat perencanaan audit.

A.     MENETAPKAN PERTIMBANGAN PENDAHULUAN.
Pertimbangan pendahuluan penting untuk mengetahui seberapa banyak bukti yang diperlukan auditor atas kriteria tertentu.

      Faktor-faktor yang mempengaruhi asesmen materialitas

1.   Materialitas adalah asesmen yang bersifat relatif, bukan bersifat absolut atau mutlak. Artinya materialitas di perusahaan kecil belum tentu material untuk perusahaan besar.
2.    Dalam melakukan asesmen materialitas memerlukan angka pembanding. Karena ke-kompleksitasannya, materialitas sulit untuk di tentukan dan secara aturan standar SAK ataupun audit tidak memberikan pedoman tetap akan cara / prosedur menentukan materialitasan karena sifatnya yang kompleks maka, diperlukan pembanding (dasar) untuk menentukan kematerialitasan. Misalnya menjadikan laba bersih sebelum pajak sebagai dasar kematerialitasan akan pertimbangan kebutuhan pengguna lap keuangan dan keurgensiannya menyangkut kinerja perusahaan.
3.    Materialitas bisa dipengaruhi oleh faktor kualitatif, dalam arti salah saji secara kuantitatif tidak material tetapi secara kualitatif material, misalnya salah saji yang disengaja dan terpola. Materialitasan juga dinilai dari segi kualitatif, maksudnya material akan salah saji dari kecurangan lebih bernilai dari  salah saji karena kecerobohan, akibat dari faktor kecurangan berdampak besar bagi pengambil keputusan karena melibatkan kinerja perusahaan.

Intinya, materialitas penting pada dampak apa yang ditimbulkan dalam pengambilan keputusan.

A.     Alokasi materialitas tingkat laporan keuangan ke tingkat saldo akun (performance materiality)
Audit dilakujan dengan pengumpulan bukti per segmen, maka untuk membuatnya lebih akurat diperlukan pengalokasian materialitas ke tingkat saldo akun.
Audit dilakukan dengan cara menguji kewajaran elemen-elemen laporan keuangan, oleh sebab itu untuk keperluan audit, materialitas tingkat laporan keuangan harus dialokasikan ke tingkat saldo akun. Materialitas saldo akun disebut dengan materialitas kinerja (performance materiality).

Auditor umumnya mengalokasikan materialitasnya kepada segmen neraca, karena dipandang lebih sedikit dan berhubungan erat dengan transaksi terkait perusahaan dan merupakan data krusial.

Auditor umumnya mengalami kesulitan dalam neraca :
1.      Memperkirakan akun2 tertentu mengandung lebih banyak salah saji dibandingkan akun-akun lainnya
2.      Baik lebih saji maupun kurang saji harus dipertimbangkan
3.      Biaya audit relatif mempengaruhi pengalokasian ini.

Dalam pengalokasian neraca “hal yang tidak berhubungan langsung dengan laba-rugi harus dipertimbangkan secara terpisah” misal klasifikasi wesel bayar sebagai utang usaha.

·        Dasar alokasi materialitas:
a.      Potensi salah saji, semakin kecil potensi salah salah, semakin besar alokasi materialitas, artinya semakin besar toleransi terhadap temuan salah saji, begitu pula sebaliknya.
b.     Potensi biaya audit, semakin besar potensi biaya audit, semakin besar materialitas. Meskipun demikian, efektifitas audit tetap tidak bisa dikorbankan dengan pertimbangan biaya audit.


Dalam audit, pengalokasian ini berfungsi untuk lebih memastikan keakurtan kebutuhan bukti audit baik dalam neraca ataupun laba rugi, secara garis besar pertimbangan pendahulun paling tidak “lebih baik” lebih besar atau sama dengan materialitas saat kesimpulan atau hasil.


B.     Mengestimasi salah saji dan membandingkan dengan pertimbangan pendahuluan (KESIMPULAN/HASIL)

Proses ini ada dari pelaksanaan audit. Ketika melaksanakan prosedur audit, auditor waijib membuat kertas kerja u/mencatat salah saji yang ditemukan.

·        Salah saji ada dua :

*     Salah saji yang diketahui, salah saji dlm akun yang jumlahnya dapat ditentukan auditor. Misalnya salah saji dari lease yang dikapitalisasi yg seharusnya dicatat sebagai operating lease.

*     Salah saji yang mungkin(POTENSI), ada dua (Salah saji dari perbedaan antara pertimbangan manajemen dan auditor tentang estimasi saldo akun. (perbedaan penyisihan piytang tak tertagih atau kontijensi. (Salah saji atas proyeksi salah saji berdasarkan pengujian auditor atas sampel dari suatu populasi) salah saji ini adalah salah saji dari pertimbangan sampel yang di check bukan keseluruhan, dan dari salah saji atas sample yang ditemukan dibuat Proyeksi atau Ekstrapolasi atau estimasi tentang berapa salah saji secara keseluruhan ( hal ini rentan karena sample  belum tentu mewakili populasi secara keseluruhan. Dalam hal ini Proyeksi langsung dapat dilakukan dengan rumus :

§  Salah saji sampel bersih / Total sample * Total populasi
Ketika ternyata proyeksi gabungan (kesalahan sampling dan sallah saji dari yang di ketahui proyeksi langsung > dari salah saji yang bisa ditoleransi maka harus ada tambahan audit yang lebih fokus pada “segmen” terkait.

o   Potensi salah saji adalah:
1.      Salah saji karena perbedaan estimasi klien dengan estimasi auditor
2.      Estimasi salah saji berdasarkan hasil pengujian sampel bukti audit.

*     Hubungan SPI, materialitas, dan bukti audit:
1.      SPI kuat à potensi salah saji kecil à materialitas besar (toleransi terhadap salah saji besar) à bukti audit relatif sedikit.
2.      SPI lemah à potensi salah saji besar à materialitas kecil (toleransi terhadap salah saji kecil) à bukti audit relatif banyak.

Kekuatan dan kelemahan SPI didasarkan pada hasil pemahaman dan pengujian pengendalian.


*     RESIKO AUDIT

Tujuan audit adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Ada kemungkinan tujuan ini tidak tercapai karena adanya risiko salah saji tidak ditemukan.
Resiko erat kaitannya dengan “ketidakpastian” dalam auditing.
Untuk menghindari / menekan resiko, auditor menggunakan Model RISIKO (sesuai SAS110)
Planed detection risk = Acceptable audit risk / (Inherent risk + Control risk)

A.     JENIS RESIKO
1.     Resiko deteksi yang direncanakan (Planned detection risk)
Adalah resiko kegagalan bukti audit pada suatu segmen mendeteksi kesa;ahan saji yang melebihi toleransi.
Resiko ini >< dengan bukti (semakin rendah resiko àbukti semakin banyak )
Semakin rendah resiko PDR maka auditor ingin bukti mampu dan kredibel mendeteksi kesalahan pada segmen terkait otomatis untuk membuatnya kredible butuh bukti yang lebih banyak.
2.     Resiko Inherent
Adalah resiko dari penilaian auditor terkait kemungkinan salah saji material dalam segmen sebelum menilai keefektifan PI (PI ada sendiri = CR)
Resiko ini >< Resiko deteksi yang direncanakan (PDR) ~ dengan Bukti audit
Semakin rendah Resiko Inherent, penilaian akan kemungkinan salah saji material menurut “AUDITOR” sedikit maka bukti audit semakin sedikit dan sebaliknya
3.     Resiko Audit yang dapat diterima

 Dari sisi klien, terdapat dua macam risiko, yaitu:

1.     Risiko bawaan (inherent risk), yaitu risiko salah saji dalam laporan keuangan yang tidak disebabkan oleh faktor SPI.
2.     Risiko pengendalian (control risk), yaitu risiko SPI tidak mampu mencegah dan mendeteksi salah saji dengan segera.

Catatan khusus:
      Risiko bawaan akan berubah menjadi risiko pengendalian pada saat risiko bawaan sudah dicoba diatasi dengan sistem pengendalian tetapi kesalahan tetap terjadi.
      SPI harus mampu mencegah dan mendeteksi salah saji dengan segera, karena jika tidak segera bisa jadi kesalahan sudah berdampak fatal terhadap pengguna laporan keuangan.

Dari sisi auditor, risiko terdiri dari:

1.     Risiko deteksi, yaitu risiko auditor gagal mendeteksi salah saji material, pada saat audit sudah direncanakan dan dilaksanakan dengan cermat dan hati-hati, sesuai dengan standar audit yang berlaku.
2.     Risiko audit, yaitu risiko auditor salah dalam memberikan opini atas laporan keuangan, disebabkan karena salah saji material dalam laporan keuangan tidak terdeteksi atau tidak diketahui oleh auditor, setelah audit dilaksanakan sesuai dengan standar audit.
3.     Istilah “risiko”  hanya berlaku pada saat upaya pencegahan risiko telah dilakukan dengan baik. Jika upaya pencegahan belum dilakukan dengan baik, maka istilah yang tepat bukan “risiko” tetapi “kegagalan/failure”
4.     Risiko, Materialitas, dan bukti audit.
5.     SPI Kuat = Risiko pengendalian rendah  à Risiko bawaan rendah à Potensi salah saji kecil à Materialitas besar à Risiko deteksi besar  à Risiko Audit besar à Bukti audit sedikit
6.     SPI Lemah = Risiko pengendalian tinggi  à Risiko bawaan tinggi à Potensi salah saji besar à Materialitas kecil à Risiko deteksi kecil à Risiko Audit Kecil à Bukti audit banyak.

Risiko Deteksi dan Risiko Audit
Risiko deteksi dan risiko audit adalah dalam kontek acceptable risk atau tingkat keberanian auditor untuk mengambil risiko. Maka jika SPI kuat, potensi salah saji kecil, maka risiko deteksi dan risiko audit menjadi besar.

      Kuat dan lemahnya SPI disimpulkan melalui hasil pemahaman dan pengujian SPI.

      Risiko perikatan audit (engagement risk), adalah risiko kerugian yang dihadapi oleh auditor dalam melaksanakan tugas audit, meskipun pelaksanaan audit dan laporan audit telah dibuat dengan benar.

      Risiko perikatan berhubungan dengan risiko bisnis atau kegagalan bisnis yang berimbas pada tuntutan hukum kepada auditor, meskipun dalam kasus semacam ini auditor pada dasarnya tidak bisa dituntut, karena risiko bisnis tidak ada hubungannya dengan pelaksanaan audit.


Sumber : Arrens dan lain lain 

ETIKA PROFESI AUDITOR

RESUME

CHAPTER 5

ETIKA DAN PROFESI AUDIT




      DEFINISI ETIKA
Seperangkat prinsip moral atau nilai yang berterima umum di masyarakat.
      Perilaku beretika
Perilaku yang berterima umum dalam masyarakat, diperlukan untuk membuat kehidupan bermasyarakat berfungsi dengan baik.
      Perilaku tidak beretika
Perilaku yang tidak sesuai dengan tata kehidupan yang berterima umum dalam masyarakat, merugikan masyarakat baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

      ELEMEN ETIKA SECARA UMUM
      Terpercaya, mencakup kejujuran, integritas, dan loyalitas.
      Respek, mencakup sopan santun, toleransi, serta rasa hormat terhadap pihak lain.
     Bertanggungjawab, mencakup usaha melakukan yang terbaik, mengendalikan diri, memberi contoh yang baik, serta melakukan perbaikan secara berkelanjutan.
      Bersikap adil, mencakup sikap proporsional, terbuka,  dan berperilaku secara tepat.
      Perhatian, mencakup ketulusan perhatian terhadap kesejahteraan pihak lain serta berperilaku baik.
  Bermasyarakat, mencakup patuh aturan serta kesediaan berbagi untuk kesejahteraan bersama.

      KEBUTUHAN ETIKA DALAM PROFESI
Anggota profesi dituntut untuk menjalankan profesinya secara profesional.
Kata profesional bermakna menjalankan tugas dan tanggungjawab lebih dari yang dilakukan oleh kebanyakan orang, atau lebih dari tuntutan hukum dan peraturan.
Profesionalisme diperlukan dalam membangun kepercayaan publik terhadap kualitas jasa dan profesi.

      PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI – IAPI

Prinsip-prinsip dasar etika profesi menurut  Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) adalah:

1.  Prinsip integritas à Dalam menjalin hubungan profesional, setiap praktisi harus bersikap tegas dan jujur.
2. Prinsip objektivitas à Setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak lain memengaruhi pertimbangan profesionalnya.
3. Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional (professional competence and due care) à Setiap praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada tingkat yang dipersyaratkan, sehingga klien atau pemberi kerja dapat menerima jasa profesional yang diberikan secara kompeten berdasarkan perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan dan metode pelaksanaan pekerjaan. Setiap praktisi harus bertindak secara profesional dan sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku.
4.      Prinsip kerahasiaan à Setiap praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, serta tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang berlaku. Informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh praktisi untuk keuntungan pribadi atau pihak ketiga.
5. Prinsip perilaku profesional à Setiap praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

      KODE ETIK PROFESIONAL AICPA
Struktur kode etik profesional AICPA (the American Institute of Certified Public Accountants) terdiri dari:
1.   Prinsip (principle), berisi standar ideal etika profesional yang dinyatakan dalam terminologi filosofis.
2.   Aturan etika (rule of conduct), berisi aturan spesifik tentang minimum standar etika profesional.
3.    Interpretasi aturan etika (interpretation of the rules of conduct), berisi interpretasi atas aturan etika divisi etika profesional AICPA.
4.  Implementasi etika (ethical rulings), berisi publikasi tentang penjelasan dan jawaban atas pertanyaan mengenai aturan etika.

      PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI – AICPA
1.      Bertanggungjawab (responsibilities)
2.      Menghormati kepentingan publik (the public interest)
3.      Berintegritas (integrity)
4.      Bersikap objektif dan independen (objectivity and independence)
5.      Mempraktikkan kehati-hatian profesional (due care)
6.      Mempertimbangkan luas dan sifat jasa (scope and nature of services)

      IESBA CODE – ISA 200
IESBA (the International Ethics Standards Board for Accountants) adalah badan di bawah IFAC (the International Federation of Accountants), pembuat etika profesional akuntan internasional.
      Code of Ethics for Professional Accountants (IESBA Code) terdiri dari:
1.      Integrity
2.      Objectivity
3.      Professional competence and due care
4.      Confidentiality; and
5.      Professional behavior.

      ATURAN DAN INTERPRETASI ETIKA – AICPA

Rule 101 – Independence, Rule 102 – Integrity and Objectivity, Rule 201 – General Standards [Professional competence,Due professional care,Planning and supervision]; Rule 202 – Compliance with standards. Rule 203 – Accounting Principles, Rule 301 – Contingent fees, Rule 501 – Acts discreditable, Rule 502 – Adverstising and other forms of solicitation, Rule 503 – Commissions and referral fees [Prohibited commisions ; Disclosure of permitted commissions; Referal fees]. Rule 505 – Form of organization and name

Sumber : Arrens dan lain lain